AWAL CERITA KESUKSESAN PO. HARYANTO
Saya sering melihat bus PO. Haryanto di jalanan, entah itu di sekitar jalan
raya dekat rumah, maupun ketika saya bepergian. Mungkin kamu juga
mengalami hal yang sama? Nampaknya bus ini telah menjadi salah satu bus
yang menguasai jalanan. Betapa tidak, pemilik bus PO. Haryanto ini di
tahun 2013 lalu telah memiliki 83 bus eksekutif yang melayani
jalur Jakarta-Kudus, Pati, Jepara, Ponorogo dan Madura. Dan bukan tidak
mungkin sekarang di tahun 2015, jumlah busnya mengalami peningkatan.
Dari itu semua, kita patut meneladani kisah sukses pemilik PO. Haryanto
ini, dimana beliau dulunya hanyalah anak dari seorang buruh tani.
Haryanto, adalah nama pemilik PO. Haryanto. Berawal dari kenekatannya
merauntau ke Jakarta dari Kudus tanpa uang dan pendidikan. Haryanto
akhirnya mendaftar sebagai anggota TNI yang merupakan cita-citanya
sedari kecil.
 |
Bus PO. Haryanto / facebook PO. Haryanto |
Cita-cita Haryanto akhirnya tercapai, pada tahun 1979
beliau mulai bekerja di kesatuan angkatan udara Kostrad di Tangerang.
Tugas Haryanto di TNI AU adalah sebagai pengemudi, mengangkut alat-alat
berat, meriam, beras dan perminyakan. Waktu itu penghasilannya sekitar
Rp 18.000 per bulan.
Pernikahan Haryanto
Pada tahun 1982, Haryanto memberanikan diri untuk menikah. Namun, gaji
belasan ribu yang diterimanya tiap bulan itu ternyata tak cukup untuk
memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Bahkan, rumah sewa berukuran 3 x 4
meter yang beliau huni bersama dengan istrinya tak mampu ia bayar.
"Untuk membayar sewa rumah saja saya utang," kenangnya seperti
dikutip dari fanspage PO. Haryanto (14/3). Dengan kondisi keuangan yang
serba kepepet itulah, justru mempertebal semangat
Haryanto untuk mulai mencari usaha sampingan.
Nekat Membuka Usaha Sampingan
Awal membuka usaha, beliau tidak langsung memiliki bus. Di tahun 1984,
dengan modal
tak lebih Rp. 1 juta dari tabungannya, Haryanto nekat membeli 1 unit
angkot Daihatsu, dan beliau pun menyopiri angkotanya sendiri. Waktu itu
rute angkotanya Pasar Anyar-Serpong.
Meskipun telah memiliki usaha angkot, beliau tetap mengabdikan diri
sebagai Prajurit TNI AU. Setiap hari beliau menyopir angkotnya dari jam
15.00-16.00, kemudian bekerja di Kostrad hingga pukul 19.00.
Jam 22.00, ia mulai mengemudikan angkotnya lagi hingga dini
hari. Bisa dibayangkan betapa sibuknya beliau saat itu. Meskipun jam
tidur berkurang, demi anak dan istri, beliau harus tetap semangat
menjalankan kesibukannya di kala itu.
Berkat ketekunannya tersebut, tahun-tahun berikutnya, angkot Haryanto
berkembang hingga ratusan unit. Modal untuk membeli angkot juga beliau
dapatkan dari hasil
kerja sampingannya yang lain, yaitu sebagai perwakilan bus PO Sumber
Urip yang
ia tekuni sejak 1990-2000.
Meskipun dari bisnis angkotnya beliau bisa mengantongi jutaan rupiah
perhari, namun Haryanto tak mudah berpuas diri. Tahun 1990 ia
membuka satu gerai showroom mobil di Tangerang yang khusus menjual
angkot dari beragam karoseri. Gerai ini tak membutuhkan modal yang
banyak, Haryanto hanya menyiapkan lahan bagi mereka yang ingin menjual
angkotnya. Setiap bulan sekitar 20-30 unit mobil berhasil beliau
jual.
Merintis PO. Haryanto
Di usianya yang ke 43 tahun, sekitar tahun 2002, Haryanto mengajukan surat pengunduran diri dari TNI AU. Dan sejak
pensiun itulah Haryanto mulai sibuk dengan bisnis barunya di Perusahaan Otobus, yaitu PO
Haryanto.
Kala itu Haryanto
mendapat pinjaman dari BRI sekitar Rp 3 miliar. Uang itu ia
gunakan untuk membeli 6 unit bus, dimana 1 bus harganya Rp 800 juta.
Pada tahun 2013 lalu, jumlah karyawan Haryanto sekitar 500 orang. Sopir PO. Haryanto
mendidik sopir-sopirnya agar tak ugal-ugalan dan diprotes penumpang.
Walau sudah menjadi juragan bus, Haryanto tetap rai segan-s setiap hari
nongkrong di terminal, memeriksa sendiri kondisi bus-busnya sambil
mendengarkan keluhan penumpang.
Sukses berbisnis trasnportasi, pada tahun 1997 beliau dan orang tua
beserta istrinya berangkat ke tanah suci. Haryanto pun bertekad
memberangkatkan para karyawannya ke tanah suci Mekkah. Akhirnya tekad
tersebut berbuah kepada tradisi. Bagi
karyawan yang taat dan tekun beribadah, Haryanto tak segan-segan membagi
tiket untuk beribadah ke tanah suci Mekkah.
Meskipun pangkat terakhirnya di TNI AU hanya Kopral, namun berkat
ketekunannya menjalankan bisnis transportasi ini, penghasilan Haryanto
pun tak mau kalah dengan seorang jenderal.