TUA TUA KELADI
TUA-TUA KELADI Aku masih mengatur nafasku
sejenak setelah terduduk di ruang tunggu C4 Terminal Keberangkatan domestik 1C
Bandara Soekarno Hatta. Selama dua
sampai tiga jam kurasakan detak jantung dan helaan nafas berada di “RPM tinggi”.
Panggilan untuk penumpang penerbangan QG860 agar masuk ke dalam kabin burung
besi memaksaku untuk beranjak dari ruang tunggu, menuntaskan etape terakhir
sejauh kurang lebih seratus meter sebelum aku akan rehat selama lebih kurang
dua jam ke depan dalam dekapan produk airbus yang dioperasikan oleh maskapai
“Garuda Syariah” begitu kami biasa memplesetkannya.Aku tidak ingat bagaimana take
off di siang hari itu, sepertinya alam pikiranku telah beranjak ke alam mimpi
sebelum si burung besi mengepakkan sayapnya meninggalkan runaway, berkilas
balik atas perjalanan semalam, apakah ini mimpi indah? Ataukan ini sebuah akhir
dari episode mimpi buruk???
Minggu sore 27 Oktober 2013
Sedikit gerimis membasahi
permukaan tanah Kota Magelang saat aku masuk ke kabin armada cadangan PO yang sudah
sekian lama aku akrabi. Mendung masih menggelayut, seolah mengisyaratkan bahwa
hujan rintik ini masih akan berlangsung lama, pertanda bahwa ibarat sebuah
balapan F1, maka pemilihan ban intermediate
menjadi pilihan jitu untuk perjalanan kurang lebih 500KM ke depan.

Armada seri O cadangan
17.35 Bus beranjak dari titik
pemberangkatan. Bus cadangan yang menggawangi rute ”Seri O” ini melaju dengan
okupansi sekitar dua pertiga dari ketiga puluh dua kursi tersedia. Seri O
reguler sendiri absen karena sehari sebelumnya mengantar rombongan ke Jakarta.
Tidak ada yang special sepanjang
meninggalkan kota Magelang hingga sampai Ngadirejo, hanya pelebaran jalan
Magelang-Secang saja yang menjadi hal baru bagiku setelah kurang lebih enam
bulan tidak mengaspal diatasnya.
Memasuki Terminal Ngadirejo saat petang hari menyambut. Kurang dari lima menit
waktu untuk stop di Terminal mungil ini, yang jelas agak terburu buru aku
menuntaskan transaksi sekantong plastik gorengan sebagai bekal perjalanan malam
ini.
Ngadirejo-Sukorejo masih sama
dengan enam bulan lalu, dan bahkan enam tahun lalu pun juga demikian, ruas
sempit berliku yang kadang memaksa bus untuk turun ke bahu jalan manakala
berpapasan dengan kendaraan besar lain, atau saat harus bergantian lajur dalam
memasuki tikungan-tikungan tajam.
20.21 “Deeerrrr.......” sebuah
ledakan ditengah jalan yang diapit oleh pohon-pohon rimbun memaksa kami menepi,
agak sulit untuk mencari lokasi yang datar, dan rata. Bus ditepikan di sisi
kanan, karena sisi kiri terlalu curam perbedaaan antara bahu jalan dengan badan
jalan. Operasi penggantian ban kiri sisi dalam cukup memakan waktu karena bus
dengan chassis Hino R 235 ini mengaruskan untuk membongkar enam belas pasang
baut ban untuk melepas ban sisi dalam, dan harus memasang lagi ke-enambelas
baut itu setelah penggantian dilakukan. Tercatat saudara kandung Seri N AA1668CA turut menemani
hingga proses penggantian ban ini selesai dilakukan. Selama operasi yang hampir
setengah jam itu pula bus malam yang lain melewati kami. Tercatat Santoso Seri
H pengganti AA1620AA, OBL Super Executive, Seri S AA1747AA dengan sticker besar
salah satu komunitas penggemar bus di belakangnya, Santoso Seri E AA1514CA,
Seri F AA1412CA, OBL AA1616EY, dan kompatriotnya AA1515FE kelas Patas, serta
Excutive Rawamangun AA1616N. Setelah selesai, kami langsung melanjutkan
perjalanan, meliuk-liuk di tengah hutan hingga sampai di Rumah Makan saat
Santoso seri V1 “Jebretbus HD” hendak mengangkat jangkarnya.
21.50 Giliran “Seri O”
meninggalkan RM Telaga Asri, para penumpang yang mayoritas penglaju tidak
membutuhkan waktu lama untuk kembali ke posisi masing-masing. Memasuki tanjakan
Plelen langsung mengovertake Rosin Jetbus HD secara langsam. Sayangnya
identitas detail dari Rosin ini tidak sempat teridentifikasi. Merayap dalam
antrian tanjakan sebelum kemudian arus kendaraan menuju barat mendadak Stag.
Penyebab stag ini adalah adanya Putra Remaja yang sthall di ujung tanjakan.
Melihat celah dari arah barat yang kosong, lingkar kemudi kemudian diarahkan ke
kanan, mengakuisisi jalur seberang kemudian –harus diakui- menyerobot posisi PK
Nano-Nano B7689IX, Satu lagi Rosin, serta bus ¾ ‘profitan’ Polisi yang malam
itu tampak juga berisi penumpang. Putra Remaja sendiri baru bisa diovertake
selepas tanjakan.
Tampak GMS ex Symphonie parkir di
sisi SPBU Plelen, sementara Seri O masih berusaha mendekati OBL “Jetbus”
Morodadi Prima AA1616CE biru putih. Beberapa kali upaya mendekat dan beberapa
kali juga OBL bisa meloloskan diri, menari lincah diantara kawanan “gerandong”.
Sekali waktu kepala Seri O sudah masuk seperlima badan, namun OBL menutup ruang
gerak, memaksa Seri O untuk menarik nafas lagi, entah engine apa yang
dibenamkan di chassis OBL yang meskipun ber-plat AA, tapi menurutku adalah OBL
divisi Jakarta ini (CMIIW). Pada sebuah curve
ke kanan, OBL harus mengakui ketangguhan mantan pelari Wonosari-Merak ini.
Sebelum memasuki kota Batang OBL AA1616FY dan Asli Prima Nucleus menutup
catatan impresif laju seri O.
22.31 Melintasi RS QIM Batang,
dimana tampak ekor Shantika Scorpion King “taubat”. Kedua bus terus berconvoy sampai
hingga menjelang Pekalongan, Shantika berhasil dilewati secara jantan. Tampak
sangat menjanjikan laju Seri O dengan striker
tunggal bernama Pak Harmono/Mono ini.
22.45 Bus menepi, tampak ada
sesuatu yang salah dengan kelistrikan yang menyebabkan malfungsi AC dan panel
di dashboard. Beberapa upaya utak atik dilakukan, beberapa kawan satu bendera
turut membantu, beberapa Key Account
Customer alias pelanggan tetap seri O juga turut membantu, satu persatu
sekering diperiksa, upaya membandrek
sana-sini dilakukan. Tak terasa jam telah berganti, puluhan bus malam berlalu
seolah berlomba untuk mencapai Jakarta sepagi mungkin. Hingga barisan Harapan
Jaya –yang sering jadi tolok ukur barisan penutup arus bus malam ke barat-
mulai melintas di depan kami.
Bagaimana dengan kami??
Kulirik e-ticketku seolah memohon
keajaiban agar jam take off yang tertera berubah lebih siang, atau malah
sore......

Menunggu perbaikan jelang Perempatan Ponolawen Pekalongan
“Aku nyusul koe, nggonku ora dadi
iki” (Aku susul ke tempatmu, punyaku tidak bisa diperbaiki) Petikan pembicaraan
Pak Mono dengan seseorang di seberang sambungan telepon. Semua penumpang telah
kembali ke posisi masing-masing, bus dilarikan tanpa menggunakan AC, begitu
juga dengan panel instrument yang ada di dashboard. Siapakah yang disusul?
Jalur ke barat sudah sepi, sehingga tanpa waktu lama kami telah sampai di
Wiradesa. Tampak dari jauh sebuah bus dengan ciri khas Lampu belakang tumpuk
dan kaca belakang model lengkung terparkir di tepi jalan.
Dari pembicaraan singkat
diputuskan untuk para penumpang dipindah ke armada di depan. Setelah dipastikan
bahwa bus pengganti tersebut siap 100% untuk meneruskan perjalanan ke barat.
Para penumpang berpindah ke kabin anyar buatan karoseri Tri Sakti ini. Seri E
AA1485AA Mercedes Benz OH 1518 langsiran 2004 ini akan menjadi seri O untuk
setidaknya ¾ PP ke depan. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.09 dini hari saat
bus yang baru saja melakukan perbaikan turbo ini melangkah maju. Diputuskan
pula untuk masing-masing kernet tetap tinggal di bus masing-masing, sedangkan
untuk pengemudi tetap mengantar penumpang, itu berarti bahwa untuk Seri O
lanjutan ini Pak Mono masih di belakang kemudi.

AA1485AA, Santoso reguler seri E (Foto : Eko Adi Septiyanto Facebook)
Sebelum Pemalang kami berhenti
lagi untuk meminjam ban cadangan dari Seri C yang melintas menuju timur.
Perjalanan Seri O malam ini memang sangat terbantu oleh persaudaraan antar
sesama crew. Tepat setengah jam setelah meninggalkan Wiradesa, kami menapaki
lingkar Pemalang, tidak ada yang bisa diceritakan di sini selain beberapa truck
yang diovertake tanpa perlawanan sama sekali, ataupun sejumlah kecil kendaraan
pribadi yang semuanya melaju pelan.
2.17 Memasuki Tegal, tampak dua
buah Pahala Kencana sedang melaksanakan kewajiban kontrolnya, entah PK divisi
mana sepertinya dari Surabaya, Malang, dan sekitarnya.
2.44 Masuk Pejagan, arus lalu
lintas semakin monoton. Ayunan suspensi OH 1518 ini mungkin layak diberi nilai
delapan. Begitu pula dengan performa engine yang sebenarnya termasuk engine
“kecil” ini, bus masih mampu melaju hingga diatas 100kph. Bahkan diakui oleh
sang driver bahwa lari dari OH1518 ini tidak terlalu jauh dibawah R235
batangannya.
3.15 Memasuki rest area Tol
Kanci-Palimanan, tempat biasa mengisi bahan bakar. Selepas rest area mulai
tampak ekor bus, yang ternyata adalah ekor dari Maju Lancar non AC AB7621CD.
Tanpa perlawanan Maju Lancar memberi ruang bagi kami untuk lewat lebih dulu.
4.50 Aku terbangun, entah bus apa
saja yang berhasil disusul. Saat itu posisi kami tepat di belakang Harapan Jaya
AG7915IB yang hendak berbelok ke RM Taman Sari.
5.20 Kembali aku terjaga,
kurasakan bus berhenti. Kami sampai di ujung antrian kendaraan entah di mana
pangkalnya. Posisi kami saat itu ada di Depan Jembatan Timbang Jatisari. Worst case adalah jika pangkal antrian
ini adalah simpul kemacetan Jomin. Di depan kami tampak beberapa bus Jawa
Tengahan yang tengah malam tadi berhasil melewati kami saat kami masih berkutat
dengan problem kelistrikan. Dalam arus yang tersendat itu, kejelian Pak Mono
mampu membawa Seri O “pinjaman” ini mengungguli Rosin 381, dan kompatriotnya
168. Tidak hanya itu, bus dengan livery kombinasi putih-orange ini juga mampu
mengungguli “saudara tua”nya dari Kutoarjo, sebuah Proteus Non AC, Karina
KE-XXX, serta Madu Kismo K1605EW.
Setelah penantian cukup lama, akhirnya kami
menemukan U-turn yang langsung dimanfaatkan untuk mengambil lajur berlawanan
mengikuti beberapa Bumel Cirebonan, dan Angkutan Minibus Mitsubishi Canter
Pemanukan-Cikampek. Kembali ke lajur yang seharusnya,
lalu lintas sedikit mencair. Laju bus di kisaran 30-40kph. Dalam arus yang
masih padat itu, kami masih memenangi adu sprint dengan PM Toh “Fenomena Cs”
bus dengan bagasi atas setinggi hampir satu meter itu berhasil dilalui dari
kanan, demikian pula dengan Raya nomor KIR 21.
Aktivitas masyarakat pagi itu
semakin menggeliat, seiring dengan bergesernya keremangan subuh menuju
terang.
Salah satu aktivitas masyarakat yang mengganggu arus kendaraan baik ke
barat
maupun timur adalah berkerumunnya karyawati pabrik yang menunggu
angkutan, tak
jarang pula angkutan-angkutan tersebut menaikkan penumpang secara
sembrono,
menyebabkan antrian mengular di belakangnya. Semakin dekat ke Simpang
Jomin,
laju bus semakin bebas. Hal itu karena ditiadakannya pulau jalan
menjelang Fly over Cikampek. Tercatat PK K1603B, Harta Sanjaya AD1725BE,
serta Rosin 395
berhasil kami lewati dari lajur ke-3.
6.51 Kami telah sampai di pertigaan fly over Cikampek, bersyukur pagi itu arus kendaraan dari barat ditutup, sehingga kami bisa
dengan bebas melaju di lajur kanan, mendahului belasan kendaraan dengan tujuan
searah. Sesampai di Simpang Mutiara, sempat terjadi ketegangan saat Seri O ini
terus ngotot ambil lajur kanan, sebelum akhirnya dipaksa balik ke lajur kiri
oleh security pabrik yang sedang bertugas. Body bus beberapa kali digebrak
sambil terdengar kata-kata dalam bahasa Sunda yang tentu saja kami tidak
mengertinya.
7.05 Gerbang Tol Cikopo. Sejauh
ini nafas OH 1518 ini tidak menunjukkan tanda-tanda rewel. Meskipun sudah
diforsir sedari tengah malam tadi. Berbeda dengan Tunggal Dara Putera yang
tampak di sisi kiri sedang membuka kap mesin dengan dikerumuni beberapa penumpangnya.
Sari Mustika Golden Dragon masuk ke dalam catatan saat berhasil dilewati di
KM71. Berikutnya Raya Discovery dan Junior Executive yang parkir di tepi kiri
tepat dibawah interchange Dawuan.
Tidak cukup sampai di situ, Rhema Abadi New Celcius coklat muda AA1526DA
berhasil disusul dari kiri (FYI, AA1526DA adalah tergolong baru untuk Magelang,
baru release sekitar pertengahan tahun ini). Selanjutnya berturut-turut Rosin
420 kami centang di KM62, Rhema Abadi AA1421DA di KM 57, Sumber Alam Proteus
AA1431AL yang beriringan dengan Sumber Alam Nucleus AA1521CF di KM53, Pahala
Kencana B7889ZX Jetbus rombakan Marcopolo di KM 50.
Laju unbeatable Seri O terhenti saat Primajasa Non AC Bandung-Bekasi
melesat lebih cepat dari kami melewati bahu jalan. Cukup lama kami mampu
menjaga jarak dengan Primajasa, kedua bus berjalan konstan meninggalkan SA
Comfort non AC 289162 di KM 35. Jelang Gate Tol Cikarang Utama Santoso seri B
AA1531CA memberikan jalur tanpa perlawanan. Sampai sejauh ini perjalanan di
dalam Tol masih lancar. Sedikit angin segar bagiku yang masih dibayangi
kemungkinan gagal boarding.
Memasuki KM 25 laju kendaraan
menuju barat mulai tersendat. Dalam lalu lintas yang padat itu beberapa kali
bahu jalan menjadi “penyelamat”, tak perlu diperdebatkan apakah halal atau
tidak cara ini. Sebuah pelanggaran apabila dilakukan bersama-sama dan berulang
kali maka bukan pelanggaran lagi namanya (begitulah mungkin pembenaran yang
entah benar atau tidak). Faktanya Handoyo New Celcius AA1456DA berhasil kami
lalui. Bukan sembarang overtake karena Handoyo ini bertujuan akhir Ciledug,
sama dengan tujuan akhir seri E, rute yang seharusnya dijalani bus ini.
Tentunya ada sedikit gengsi juga di dalamnya. Dewi Sri Purwodadi, Gajah Mungkur
Evolution Fajar Vip nomor 09, ALS AC Ekonomi, Pahala Kencana K1493B, dan
Haryanto Putri berhasil kami centang melalui berbagai lajur sebelum KM17.
Sumber Alam AA1485AL Comfort Non AC, Handoyo Evobus AA1758CA kami geser di KM
13. Pun demikian halnya dengan OBL AA1616EY yang berhasil kami centang jelang interchange Cikunir. Overtake terakhir
ini seolah menjadi bukti bahwa duet “Serdadu-Kawoel” ini mampu memangkas
kerugian waktu karena trouble semalam. OBL yang semalam sudah mendahului kami
saat penggantian ban ternyata masih bisa disusul sebelum masuk Tol Dalam Kota.

AA1485AA "Serdadu" Pict Facebook Santoso Lovers
8.55 Bus menurunkanku di
Jatibening. Kucek kembali jam keberangkatan QG860 yang tertera di Pukul 10.50.
Artinya dikurangi waktu untuk pelaporan dll praktis aku hanya punya waktu satu
jam. Upss.....ada yang salah. Angka 8.55 ini masih merupakan angka WITA,
artinya ada satu jam injury time
untukku. Kulangkahkan kaki meninggalkan Halte Jatibening, untuk naik armada
Vios putih berlogo huruf “E”.
Akupun lega saat permohonan check inku masih di approve kurang lebih
45menit sebelum jam keberangkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar